Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya salah. Seharusnya Emaspura. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru di mana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan langsung mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. “Perampokan legal” ini masih terjadi sampai sekarang.
Kisah Freeport merupakan salah satu dari banyak sekali kisah sedih tentang bagaimana kekayaan alam Indonesia, oleh para penguasanya malah digadaikan bulat-bulat untuk dirampok imperialisme asing, demi memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Kenyataan memilukan ini masih berlangsung sampai sekarang.
Pertemuan Mafia Berkeley dengan Rockefeller dan kawan-kawannya di Jenewa-Swiss di bulan November 1967 menjadi bukti tak terbantahkan tentang permufakatan tersebut. Di saat itulah, rezim Jenderal Soeharto mencabut kemerdekaan negeri ini dan menjadikan Indonesia kembali sebagai negeri terjajah. Ironisnya, penjajahan asing atas Indonesia diteruskan oleh rezim yang tengah berkuasa saat ini yang ternyata “jauh lebih edan” ketimbang Jenderal Soeharto dulu.
Kajian tentang Freeport dan Potensi Cadangan Sumber Daya Alam Papua
Freeport merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini, baik dari sipil maupun militer. Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Freeport sendiri telah menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.
PT. Freeport McMoran Indonesia (Freeport) merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg, dari tahun 1967, dan tambang Grasberg, sejak tahun 1988, di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Mining International, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport sebagai tambang yang terbesar di dunia. Berikut beberapa fakta dilematis tentang freeport yang telah sangat-sangat merugikan bangsa Indonesia :
1. PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) melakukan aktivitas penambangan di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 atau selama 42 tahun. Keuntungan dari kegiatan penambangan mineral freeport telah menghasilkan keuntungan luar biasa besar terhadap perusahaan milik bule tersebut. Tetapi lihatlah, apakah keuntungan itu juga dinikmati bangsa Indonesia terutama rakyat papua? Lalu, mengapa pula di Yohukimo masih terjadi kelaparan.
2. Hasil tambang Freeport berupa tambang emas, perak, tembaga, molybdenum, dan rhenium terbesar di dunia. Fasilitas dan tunjangan serta keuntungan yang dinikmati para petinggi freeport, besarnya 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua, yang hanya sekitar $132/tahun. Keuntungan yang diperoleh Freeport tidak melahirkan kesejahteraan bagi Indonesia, terutama warga sekitar. Kesenjangan ala kolonial inilah yang menjadi bibit konflik di papua.
3. Keberadaan sang Freeport sangat didukung pemerintah. Dilihat dari Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan Freeport pada 1967, yang kemudian menjadi landasan aktivitas pertambangan Freeport. Bahkan kemudian UU Pertambangan Nomor 11/1967, yang disahkan pada Desember 1967 yang disahkan delapan bulan setelah penandatanganan KK, menjadikan KK tersebut menjadi dasar penyusunannya.
4. Penambangan Ertsberg dimulai pada Maret 1973 dan habis pada tahun 1980-an, sisa lubangnya sedalam 360 meter.
5. Pada tahun 1988, Freeport mulai menambang Grasberg sebuah cadangan raksasa lainnya, hingga detik ini.
6. Hasil dari eksploitasi kedua wilayah tersebut diatas, Freeport memperolah sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724,7 juta ton emas (itu menurut data diatas kertas).
7. Sampai Bulan Juli 2005, lubang yang diakibatkan penambangan Grasberg mencapai diameter 2,4 kilometer yang meliputi luas 499 Ha, dalamnya 800m, sama dengan ketinggian gedung tertinggi di dunia Burj, Dubai.
8. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa, hingga rencana penutupan tambang pada 2041.
9. Masalah yang timbul dari aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini, diantaranya penerimaan negara yang tidak optimal dan peran negara/BUMN untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim, serta dampak lingkungan yang luarbiasa. Kerusakan bentang alam seluas 166 km persegi di DAS sungai Ajkwa yang meliputi pengunungan Grasberg dan Ersberg. Berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg.
10. Cadangan emas yang dikelola Freeport termasuk di dalam 50% cadangan emas di kepulauan Indonesia. Dari hasil luar biasa banyak tersebut, yang masuk APBN sangat sedikit, alias sepersekian dari hasil sesungguhnya, belum lagi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat.
11. Freeport baru mengakui, bahwa mereka menambang emas pada tahun 2005, sebelumnya yang diakui hanya penambangan tembaga. Banyaknya emas yang ditambang selama 21 tahun, tidak pernah diketahui publik sebelumnya.
12. Volume emas dicurigai lebih diperkirakan sebesar 2,16 hingga 2,5 miliar ton emas.
13. Pendapatan utama Freeport dari operasi tambangnya di Indonesia adalah sekitar 60% (Simak Investor Daily, 10 Agustus 2009).
14. Hampir 700 ribu ton material dikeruk dan mengahasilkan 225 ribu ton bijih emas setiap harinya. Jumlah ini setara dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang 700 km sejauh jarak Jakarta sampai Surabaya.
15. Freport hampir tidak berkontribusi terhadap Indonesia, bahkan penduduk mimika sendiri. Kompisisi Penduduk Kabupaten Mimika, tempat Freeport berada, terdiri dari 35% penduduk asli dan 65% pendatang. Menurut BPS 41% penduduk mimika miskin, 60% penduduk miskin tersebut adalah penduduk asli. Di Provinsi Papua sendiri, kemiskinan mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk.
16. Lebih dari 66% penduduk miskin papua adalah penduduk asli yang tinggal di wilayah operasi Freeport di pegunungan tengah, yang notabene para aparat disana antara tahun 1998 dan 2004 telah menerima suap mencapai hampir 20 juta dolar AS (Menurut laporan New York Times pada Desember 2005). Dan malah kantong-kantong kemiskinan justru menggerogoti wilayah yang ada di sekitar Freeport.
Dengan fakta-fakta diatas tersebut, maka wajar jika hal ini menjadi sesuatu yang dilematis bagi bangsa Indonesia selama ini, khususnya masyarakat Papua. Padahal, pertambangan yang sangat luar biasa besar ini, mampu kita kelola sendiri, dengan jerih payah kita sendiri, tanpa campur tangan pihak asing sedikit pun.
Namun, pemerintah tampaknya tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pemberhentian kerjasama dengan pihak Freeport, guna menyelamatkan harkat dan martabat seluruh bangsa Indonesia. Karena pemerintah telah terkontaminasi dan buta oleh jumlah dolar yang menggiurkan dari Freeport yang masuk ke kantong mereka masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar