Bulan Maret lalu, tepatnya pada 21 Maret, Kaum muslim dunia baru saja berduka. Ulama Sunni terkemuka Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buti ditemukan tewas dalam serangan teroris di Masjid Al-Iman di Damaskus bersama dengan cucunya dan 47 orang lainnya.
Serangan mengerikan itu terjadi ketika Syaikh al-Bouti sedang memberi pengajian di depan sekelompok mahasiswa Islam, termasuk cucunya.
Pada 23 Maret, rakyat Suriah mengantar kepergian sarjana terkemuka dunia ini dengan hikmat. Grand Mufti Ahmad Badr Hassanuddin, yang putranya juga tewas di tangan para teroris beberapa bulan yang lalu, dan Menteri Informasi Suriah Umran al-Zubi ikut ambil bagian dalam upacara pemakaman.
Al-Buti sendiri yang tahun ini berusia 84 tahun adalah seorang pensiunan dekan dan profesor Fakultas Hukum Islam di Universitas Damaskus. Ia dikenal keras menentang terorisme dan pengkritik pihak asing yang didukung kelompok-kelompok militan, yang ia gambarkan sebagai “para tentara bayaran”.
Seminggu sebelum pembunuhan itu, ia mengatakan dalam ceramahnya, “Kami diserang di setiap jengkal tanah kami, makanan kami, kesucian dan kehormatan perempuan dan anak-anak kami Hari ini kami menjalankan tugas yang sah... yakni kebutuhan mobilisasi untuk melindungi nilai-nilai, tanah air, dan tempat-tempat suci kami, dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara tentara nasional dan seluruh bangsa ini”.
Seminggu setelah pembunuhan Al-Buti, ulama Sunni lainnya Syaikh Hassan Saifuddin (80 tahun) secara brutal dipenggal kepalanya di bagian utara Kota Aleppo oleh sekelompok militan yang dibekingi pihak asing dan menyeret tubuhnya di jalanan. Kepalanya ditanam di menara sebuah masjid yang biasa digunakan untuk berkhotbah. Syaikh Saifuddin juga dikenal sebagai seorang anti-milisi, dan penentang perang yang sedang berkecamuk melawan pemerintah Suriah.
Menyusul insiden berdarah tersebut, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengecam tindakan kekerasan itu. Ia berjanji, kejahatan itu tidak akan dibiarkan tanpa hukuman. “Ini janji rakyat Suriah - dan saya salah satu dari mereka - bahwa darah Anda, cucu Anda, dan para syuhada di tanah air ini tidak akan sia-sia, karena kita akan tetap mengikuti pemikiran Anda untuk menghilangkan kejahatan mereka,“ katanya.
Dalam halaman Facebook milik kaum militan, Syaikh Saifuddin disebut sebagai “kolaborator dari teman baik penguasa di Suriah”. Mereka juga mengancam, “Kami akan datang kepada Anda, dan Anda tidak akan bisa melarikan diri.”
Syaikh Hassan Saifuddin sebenarnya adalah ulama terakhir dari daftar ulama-ulama yang dibunuh yang mencakup kelompok Sunni dan ulama Syiah serta pendeta Kristen. Semua pembunuhan ini dilakukan oleh para teroris yang secara manipulatif dinarasikan dalam media-media Barat mainstream sebagai “kaum demokrat” itu.
Korban pertama adalah Romo Basilius Nassar, seorang Imam dari Kapel Mar Elias di kota Kfar-Baham, dekat kota Hama. Dia ditembak pada tanggal 25 Januari 2012 oleh seorang penembak jitu milisi di daerah Citadel saat ia sedang mengevakuasi korban perang.
Yang kedua adalah seorang ulama Sunni, Syaikh Mohammad Ahmad Aufus Shadiq, yang kerap berkhotbah di Masjid Malik Bin Anas di Damaskus. Ia adalah salah seorang ulama pertama yang memperingatkan ancaman kekerasan di Suriah. Dia juga penentang keras kelompok Takfiri dengan mengatakan Takfiri tak punya tempat di kalangan umat Islam. Syaikh Aufus Shadiq ditembak mati pada 25 Februari 2012.
Korban ketiga dalam daftar ulama ini adalah Syaikh Sayyid Nasser, seorang ulama Alawi dan imam Alawite hawze (sekolah agama) Zaynabiyya di Damaskus. Dia meninggal ditembak di dekat situs suci makam Sayyidah Zaynab, cucu Nabi Muhammad SAW.
Yang keempat adalah seorang ulama Syiah Suriah, Syaikh Abbas Lahham. Ia tewas bulan Mei di luar Masjid Ruqayyah (putri Imam Hussein) di mana ia biasa berkhotbah. Dia diikuti oleh tewasnya Syaikh Abdul-Kuddus Jabbarah, seorang ulama Syiah pada bulan berikutnya. Yang terakhir ini ditembak mati di sebuah pasar dekat situs suci Sayyidah Zainab.
Pada Juli 2012, pada awal bulan Ramadhan, Syekh Abdul Latif Ash-Shami juga dibunuh dengan cara yang mengerikan: saat sedang shalat dalam masjid bersama jamaah lain, ia ditembak matanya. Sebulan kemudian, imam Masjid al-Nawawi di Damaskus, Syaikh Hassan Bartaui, juga dibunuh.
Pada bulan Oktober 2012, beberapa orang menemukan mayat yang dimutilasi. Mayat itu adalah seorang imam dari Gereja Ortodoks Yunani, Romo Fadi Hadadat di Katana, Provinsi Damaskus. Dia diculik oleh milisi yang menuntut pertukaran untuk pembebasannya dengan uang tebusan sebesar 15 juta Pound Suriah. Romo Abdullah Saleh, pimpinan Gereja Ortodoks Yunani Antiokhia dan Orient menegaskan bahwa ia telah dibunuh oleh teroris. Lalu pada hari terakhir tahun 2012, Imam Sunni yang lain Syaikh Abdullah Saleh juga dibunuh di Raqa.
Pada bulan Februari 2012, Syaikh Abdul Latif al-Jamili, seorang ulama dari Masjid Ahrafiyyah terbunuh oleh pecahan peluru yang diluncurkan oleh milisi di halaman masjid itu. Pada bulan Maret, giliran Sheikh Abid Sa’ab, yang kerap memimpin doa di Masjid al-Mohammadi yang terletak di distrik Mazze di Damaskus, terbunuh oleh ledakan bom yang ditempatkan di bawah mobilnya.
Duka mendalam dirasakan kaum muslim dan Kristiani di Suriah, bahkan muslim dunia. Namun siapakah sebenarnya para pembunuh berdarah dingin yang menghabisi para ulama dan tokoh panutan umat ini?
Ketika seorang ulama Sunni terkemuka Syeikh al-Buti itu tewas, beberapa ulama ekstremis Wahhabi dari Arab Saudi sama sekali tak menunjukkan penyesalan terhadap kematiannya. Salah satunya adalah Syaikh Abu Basir al-Tartousi. Ia mengatakan, bahwa dirinya tidak menyesali kematian al-Bouti, karena “Dia adalah pembohong, yang sepanjang hidupnya mendukung penguasa,” katanya sebagaimana dikutip UmmaNews. Dia menambahkan bahwa Syeikh al-Bouti adalah seorang munafik yang pura-pura menyesali terbunuhnya kaum Muslim maupun yang terluka.
Begitu juga Imam Masjidil Haram di Mekkah Abdul Rahman al-Sudais. Ia secara terbuka merayakan pembunuhan itu dengan mengatakan bahwa “Dia (al-Buti) adalah salah seorang imam besar penipu. Dia adalah Mujahid di jalan Setan. Dan ini (pembunuhan al-Buti) adalah sukacita yang besar bagi umat Islam,” katanya.
Wajar kemudian bila Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan, pihak Barat dan dari pihak Salafi-Wahabi memunculkan propaganda negatif untuk Syekh Buthi melalui sejumlah media cetak maupun elektronik internasional. Sejumlah ulama termasuk Syekh Yusuf Qaradhawi juga ikut memojokkan Syekh Buthi dan membangun gerakan politik untuk meredam dukungan dan simpati kepada Syekh Buthi, demikian pernyataan Rais Syuriah PBNU itu kepada NU Online (Ahad, 31/3).
Pada kenyataannya, semua ulama yang dibunuh di Suriah adalah mereka yang secara terbuka menentang pemberontakan atau setidaknya tidak mendukungnya. Pembunuhan mereka dimaksudkan untuk meneror penduduk Suriah yang menolak untuk mendukung kelompok-kelompok bersenjata. Hal ini jelas ketika kita membaca pernyataan para teroris itu sendiri.
Pada 23 Maret, rakyat Suriah mengantar kepergian sarjana terkemuka dunia ini dengan hikmat. Grand Mufti Ahmad Badr Hassanuddin, yang putranya juga tewas di tangan para teroris beberapa bulan yang lalu, dan Menteri Informasi Suriah Umran al-Zubi ikut ambil bagian dalam upacara pemakaman.
Al-Buti sendiri yang tahun ini berusia 84 tahun adalah seorang pensiunan dekan dan profesor Fakultas Hukum Islam di Universitas Damaskus. Ia dikenal keras menentang terorisme dan pengkritik pihak asing yang didukung kelompok-kelompok militan, yang ia gambarkan sebagai “para tentara bayaran”.
Seminggu sebelum pembunuhan itu, ia mengatakan dalam ceramahnya, “Kami diserang di setiap jengkal tanah kami, makanan kami, kesucian dan kehormatan perempuan dan anak-anak kami Hari ini kami menjalankan tugas yang sah... yakni kebutuhan mobilisasi untuk melindungi nilai-nilai, tanah air, dan tempat-tempat suci kami, dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara tentara nasional dan seluruh bangsa ini”.
Seminggu setelah pembunuhan Al-Buti, ulama Sunni lainnya Syaikh Hassan Saifuddin (80 tahun) secara brutal dipenggal kepalanya di bagian utara Kota Aleppo oleh sekelompok militan yang dibekingi pihak asing dan menyeret tubuhnya di jalanan. Kepalanya ditanam di menara sebuah masjid yang biasa digunakan untuk berkhotbah. Syaikh Saifuddin juga dikenal sebagai seorang anti-milisi, dan penentang perang yang sedang berkecamuk melawan pemerintah Suriah.
Menyusul insiden berdarah tersebut, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengecam tindakan kekerasan itu. Ia berjanji, kejahatan itu tidak akan dibiarkan tanpa hukuman. “Ini janji rakyat Suriah - dan saya salah satu dari mereka - bahwa darah Anda, cucu Anda, dan para syuhada di tanah air ini tidak akan sia-sia, karena kita akan tetap mengikuti pemikiran Anda untuk menghilangkan kejahatan mereka,“ katanya.
Dalam halaman Facebook milik kaum militan, Syaikh Saifuddin disebut sebagai “kolaborator dari teman baik penguasa di Suriah”. Mereka juga mengancam, “Kami akan datang kepada Anda, dan Anda tidak akan bisa melarikan diri.”
Syaikh Hassan Saifuddin sebenarnya adalah ulama terakhir dari daftar ulama-ulama yang dibunuh yang mencakup kelompok Sunni dan ulama Syiah serta pendeta Kristen. Semua pembunuhan ini dilakukan oleh para teroris yang secara manipulatif dinarasikan dalam media-media Barat mainstream sebagai “kaum demokrat” itu.
Korban pertama adalah Romo Basilius Nassar, seorang Imam dari Kapel Mar Elias di kota Kfar-Baham, dekat kota Hama. Dia ditembak pada tanggal 25 Januari 2012 oleh seorang penembak jitu milisi di daerah Citadel saat ia sedang mengevakuasi korban perang.
Yang kedua adalah seorang ulama Sunni, Syaikh Mohammad Ahmad Aufus Shadiq, yang kerap berkhotbah di Masjid Malik Bin Anas di Damaskus. Ia adalah salah seorang ulama pertama yang memperingatkan ancaman kekerasan di Suriah. Dia juga penentang keras kelompok Takfiri dengan mengatakan Takfiri tak punya tempat di kalangan umat Islam. Syaikh Aufus Shadiq ditembak mati pada 25 Februari 2012.
Korban ketiga dalam daftar ulama ini adalah Syaikh Sayyid Nasser, seorang ulama Alawi dan imam Alawite hawze (sekolah agama) Zaynabiyya di Damaskus. Dia meninggal ditembak di dekat situs suci makam Sayyidah Zaynab, cucu Nabi Muhammad SAW.
Yang keempat adalah seorang ulama Syiah Suriah, Syaikh Abbas Lahham. Ia tewas bulan Mei di luar Masjid Ruqayyah (putri Imam Hussein) di mana ia biasa berkhotbah. Dia diikuti oleh tewasnya Syaikh Abdul-Kuddus Jabbarah, seorang ulama Syiah pada bulan berikutnya. Yang terakhir ini ditembak mati di sebuah pasar dekat situs suci Sayyidah Zainab.
Pada Juli 2012, pada awal bulan Ramadhan, Syekh Abdul Latif Ash-Shami juga dibunuh dengan cara yang mengerikan: saat sedang shalat dalam masjid bersama jamaah lain, ia ditembak matanya. Sebulan kemudian, imam Masjid al-Nawawi di Damaskus, Syaikh Hassan Bartaui, juga dibunuh.
Pada bulan Oktober 2012, beberapa orang menemukan mayat yang dimutilasi. Mayat itu adalah seorang imam dari Gereja Ortodoks Yunani, Romo Fadi Hadadat di Katana, Provinsi Damaskus. Dia diculik oleh milisi yang menuntut pertukaran untuk pembebasannya dengan uang tebusan sebesar 15 juta Pound Suriah. Romo Abdullah Saleh, pimpinan Gereja Ortodoks Yunani Antiokhia dan Orient menegaskan bahwa ia telah dibunuh oleh teroris. Lalu pada hari terakhir tahun 2012, Imam Sunni yang lain Syaikh Abdullah Saleh juga dibunuh di Raqa.
Pada bulan Februari 2012, Syaikh Abdul Latif al-Jamili, seorang ulama dari Masjid Ahrafiyyah terbunuh oleh pecahan peluru yang diluncurkan oleh milisi di halaman masjid itu. Pada bulan Maret, giliran Sheikh Abid Sa’ab, yang kerap memimpin doa di Masjid al-Mohammadi yang terletak di distrik Mazze di Damaskus, terbunuh oleh ledakan bom yang ditempatkan di bawah mobilnya.
Duka mendalam dirasakan kaum muslim dan Kristiani di Suriah, bahkan muslim dunia. Namun siapakah sebenarnya para pembunuh berdarah dingin yang menghabisi para ulama dan tokoh panutan umat ini?
Ketika seorang ulama Sunni terkemuka Syeikh al-Buti itu tewas, beberapa ulama ekstremis Wahhabi dari Arab Saudi sama sekali tak menunjukkan penyesalan terhadap kematiannya. Salah satunya adalah Syaikh Abu Basir al-Tartousi. Ia mengatakan, bahwa dirinya tidak menyesali kematian al-Bouti, karena “Dia adalah pembohong, yang sepanjang hidupnya mendukung penguasa,” katanya sebagaimana dikutip UmmaNews. Dia menambahkan bahwa Syeikh al-Bouti adalah seorang munafik yang pura-pura menyesali terbunuhnya kaum Muslim maupun yang terluka.
Begitu juga Imam Masjidil Haram di Mekkah Abdul Rahman al-Sudais. Ia secara terbuka merayakan pembunuhan itu dengan mengatakan bahwa “Dia (al-Buti) adalah salah seorang imam besar penipu. Dia adalah Mujahid di jalan Setan. Dan ini (pembunuhan al-Buti) adalah sukacita yang besar bagi umat Islam,” katanya.
Wajar kemudian bila Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan, pihak Barat dan dari pihak Salafi-Wahabi memunculkan propaganda negatif untuk Syekh Buthi melalui sejumlah media cetak maupun elektronik internasional. Sejumlah ulama termasuk Syekh Yusuf Qaradhawi juga ikut memojokkan Syekh Buthi dan membangun gerakan politik untuk meredam dukungan dan simpati kepada Syekh Buthi, demikian pernyataan Rais Syuriah PBNU itu kepada NU Online (Ahad, 31/3).
Pada kenyataannya, semua ulama yang dibunuh di Suriah adalah mereka yang secara terbuka menentang pemberontakan atau setidaknya tidak mendukungnya. Pembunuhan mereka dimaksudkan untuk meneror penduduk Suriah yang menolak untuk mendukung kelompok-kelompok bersenjata. Hal ini jelas ketika kita membaca pernyataan para teroris itu sendiri.
Sesaat sebelum serangan terhadap Fakultas Arsitektur Universitas Damaskus, yang menewaskan 15 siswa, pemimpin kelompok Wahhabi, Liwa al-Islam, Al Haytham Malih, menerbitkan sebuah pernyataan di halaman Facebook-nya, dimana ia memperingatkan bahwa “ wajib untuk mahasiswa dari Universitas Damaskus untuk meluncurkan kampanye pembangkangan sipil. Jika mereka tidak melakukannya, Universitas mereka akan memiliki nasib yang sama seperti yang terjadi dari Aleppo”. Perlu diingat bahwa pada bulan Januari 2013, 82 mahasiswa dari Universitas Aleppo tewas dan 160 lainnya luka-luka akibat terjangan roket yang diluncurkan oleh para milisi.
Seluruh kelompok agama (Kristen, Syiah, Alawi) telah dinyatakan sebagai “musuh" oleh teroris Takfiri Wahhabi di Suriah. Beberapa kelompok Syiah, misalnya, harus meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan nyawa. Diantara orang Syiah ini dalam surat kabar LA Times mengatakan, bahwa kelompok Takfiri ini “semula dikirim untuk menjadi tetangga kami, namun kemudian ingin menculik dan membunuh kami”.
Ketegangan antaragama, yang semula tidak pernah dijumpai sebelum konflik, kini meningkat di desa-desa di sepanjang perbatasan antara Lebanon dan Suriah bagian timur laut. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah membincangkan satu sama lain tentang kampanye pembersihan etnis yang dilakukan oleh pemberontak yang mencoba mendirikan negara ala Taliban. Beberapa orang Syiah, yang punya ikatan keluarga di Lebanon pun lalu ikut menjadi pejuang untuk membela desa mereka dari serangan para teroris.
Seperti dilaporkan Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York, pemberontak dan teroris Wahhabis di Suriah juga membakar dan menjarah situs-situs agama minoritas. HRW mengungkapkan bahwa pejuang oposisi telah menghancurkan Husseiniyah - sebuah situs agama yang ditujukan untuk menghormati Imam Hussein, seorang martir besar dalam sejarah Islam. Sebuah video dipublikasikan secara online menunjukkan pemberontak mengangkat senapan serbu di udara dan bersorak-sorai di depan kobaran api karena telah menguasai situs itu di desa Zarzour pada bulan Desember.
Seluruh kelompok agama (Kristen, Syiah, Alawi) telah dinyatakan sebagai “musuh" oleh teroris Takfiri Wahhabi di Suriah. Beberapa kelompok Syiah, misalnya, harus meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan nyawa. Diantara orang Syiah ini dalam surat kabar LA Times mengatakan, bahwa kelompok Takfiri ini “semula dikirim untuk menjadi tetangga kami, namun kemudian ingin menculik dan membunuh kami”.
Ketegangan antaragama, yang semula tidak pernah dijumpai sebelum konflik, kini meningkat di desa-desa di sepanjang perbatasan antara Lebanon dan Suriah bagian timur laut. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah membincangkan satu sama lain tentang kampanye pembersihan etnis yang dilakukan oleh pemberontak yang mencoba mendirikan negara ala Taliban. Beberapa orang Syiah, yang punya ikatan keluarga di Lebanon pun lalu ikut menjadi pejuang untuk membela desa mereka dari serangan para teroris.
Seperti dilaporkan Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York, pemberontak dan teroris Wahhabis di Suriah juga membakar dan menjarah situs-situs agama minoritas. HRW mengungkapkan bahwa pejuang oposisi telah menghancurkan Husseiniyah - sebuah situs agama yang ditujukan untuk menghormati Imam Hussein, seorang martir besar dalam sejarah Islam. Sebuah video dipublikasikan secara online menunjukkan pemberontak mengangkat senapan serbu di udara dan bersorak-sorai di depan kobaran api karena telah menguasai situs itu di desa Zarzour pada bulan Desember.
Dalam video tersebut, seorang pria mengumumkan “penghancuran sarang kaum Syiah dan Rafida”, sebuah istilah penghinaan yang digunakan oleh fanatik Wahhabi terhadap kaum Syiah.
Di bagian barat Provinsi Latakia, Human Rights Watch mengutip pernyataan warga setempat bahwa orang-orang bersenjata yang bertindak atas nama oposisi telah merusak dan mencuri barang-barang dari gereja-gereja Kristen yang berada di dua desa, Ghasaniyah dan Jdeidah (di wilayah Lattakia). Seorang warga Jdeideh melaporkan bahwa pria bersenjata itu telah menghancurkan gereja lokal, mencuri dan melepaskan tembakan di dalam.
Seperti dilaporkan Yusuf Fernandez, seorang jurnalis dan sekretaris Federasi Muslim Spanyol, ia mengatakan Suriah belakangan ini menjadi arena teror. Pembunuhan dan teror dilakukan di semua tempat yang diduduki kelompok bersenjata yang dikontrol pihak asing di Suriah. Karena tak mampu memicu revolusi rakyat untuk melawan pemerintah, kelompok-kelompok ini lalu melakukan pembantaian dan pembunuhan.
Itulah sebabnya mengapa penduduk setempat meninggalkan rumah-rumah mereka ketika desa-desa atau jalan-jalan sekitarnya berhasil direbut oleh pemberontak. Sebagian besar warga kampong ini lalu bergabung dengan Pasukan Pertahanan Nasional untuk memerangi para teroris di Bumi Syam / Suriah.
Di bagian barat Provinsi Latakia, Human Rights Watch mengutip pernyataan warga setempat bahwa orang-orang bersenjata yang bertindak atas nama oposisi telah merusak dan mencuri barang-barang dari gereja-gereja Kristen yang berada di dua desa, Ghasaniyah dan Jdeidah (di wilayah Lattakia). Seorang warga Jdeideh melaporkan bahwa pria bersenjata itu telah menghancurkan gereja lokal, mencuri dan melepaskan tembakan di dalam.
Seperti dilaporkan Yusuf Fernandez, seorang jurnalis dan sekretaris Federasi Muslim Spanyol, ia mengatakan Suriah belakangan ini menjadi arena teror. Pembunuhan dan teror dilakukan di semua tempat yang diduduki kelompok bersenjata yang dikontrol pihak asing di Suriah. Karena tak mampu memicu revolusi rakyat untuk melawan pemerintah, kelompok-kelompok ini lalu melakukan pembantaian dan pembunuhan.
Itulah sebabnya mengapa penduduk setempat meninggalkan rumah-rumah mereka ketika desa-desa atau jalan-jalan sekitarnya berhasil direbut oleh pemberontak. Sebagian besar warga kampong ini lalu bergabung dengan Pasukan Pertahanan Nasional untuk memerangi para teroris di Bumi Syam / Suriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar